Jumat, 12 Juni 2015

Macam-macam Amtsal Padanannya Dalam Bahasa Indonesia


BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran kongkrit yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa.
Dalam bahasa arab, sastra disebut adab. Bentuk jamak (plural)-nya adalah Adab. Secara leksikal, kata adab selain berarti sastra, juga etika (sopan santun), tata cara, filologi, kemanusiaan, kultur, dan ilmu humaniora. Dalam bahasa Indonesia, kata adab ini diserap bukan dengan makna sastra, tetapi sopan santun, budi bahasa, dan kebudayaan, kemajuan, atau keceredasan.[1]
Sastra arab terbagi dua, yaitu syi’ir (puisi) dan natsr (prosa). Puisi adalah kata-kata berwazan dan berqafiyah sedangkan prosa adalah kata-kata yang tidak berwazan dan berqafiyah. Amtsal (bentuk jamak dari matsl) ialah salah satu bentuk peribahasa yang masuk dalam kategori prosa (natsr) yang mana isinya lebih ringkas dan lebih mudah dihafal. Dan juga amtsal atau dalam bahasa indonesia lebih dikenal dengan peribahasa merupakan salah satu karya klasik dalam sastra arab dan indonesia.
Peribahasa yang kita kenal seperti “nasi sudah menjadi bubur” adalah salah satu ungkapan yang memiliki makna suatu hal yang telah terjadi dan tak bisa diubah lagi. Hal ini sama dalam ungkapan bahasa arab yaitu سبق السيف العذل yang mempunyai arti pedang telah mendahului celaan. Dari ungkapan tersebut terdapat kisah bahwa seorang ayah berbangsa arab telah membunuh seorang pemuda yang dicurigai membunuh anaknya di bulan haram, yaitu bulan yang diharamkan untuk saling membunuh dan saling berperang, kemudian ia mendapatkan protes dari masyarakat sehingga keluarlah ungkapkan سبق السيف العذل dari mulut ayah itu, hingga sekarang ungkapan/peribahasa itu menjadi sering digunakan untuk mengatakan suatu kejadian yang telah terjadi dan tidak bisa diubah kembali.
Oleh karena uraian diatas kami penulis akan sedikit akan menjelaskan apa itu amtsal dengan tujuan agar kita semua mengetahuinya dan bisa mengaplikasikannya dalam kehidupan kita sehari-hari.
1.2. Rumusan Masalah
Untuk mendapat penelitian yang terarah, maka diperlukan suatu batasan masalah. Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah.
1.      Untuk mengetahui pengertian amtsal ?
2.      Untuk mengetahui bentuk amtsal jahiliyah ?
3.      Untuk mengetahui macam-macam amtsal arab ?
4.      Untuk mengetahui manfaat amtsal ?

1.3. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini aialah.
1.      Untuk mengetahui pengertian amtsal.
2.      Untuk mengetahui bentuk amtsal jahiliyah.
3.      Untuk mengetahui macam-macam amtsal arab.
4.      Untuk mengetahui manfaat amtsal.









BAB 2
ISI
 2.1. Pengertian Amtsal
Ialah ungkapan atau kalimat-kalimat ringkas yang lahir dari suatu kejadian kemudian menjadi terkenal dan menjadi pembicaraan orang banyak, hingga menjadi perumpamaan atau kata-kata tiruan yang bertujuan untuk perbandingan nasihat, prinsip hidup atau aturan tingkah laku (Mursyidy, tt.:123).[2]
فالمثل جملة مقتطعة من القول أو مرسلة بذاتها تنقل عمن وردت فيه إلى مشابهه بدون تغيير.[3]
Matsal adalah kalimat yang dipetik dari perkataan atau dilepaskan sendiri, lalu dipindahkan dari orang yang menjadi sumber perkataan itu kepada situasi yang menyerupainya tanpa perubahan.
Salah satu bentuk prosa (natsr) yang muncul sejak zaman pra-Islam adalah amtsal yang dalam bahasa indonesia biasa disebut dengan peribahasa. Amtsal adalah ungkapan yang beredar dimasyarakat yang berisi tentang pikiran yang bijak dan tentang aspek kehidupan manusia, biasanya berbentuk kata-kata majaz yang cenderung imajinatif dan mudah dihafal, bertujuan sebagai perbandingan dan nasehat kehidupan. Secara definitif amtsal merupakan sebuah ungkapan yang tidak mementingkan keindahan dalam segi uslub dan ia mengandung nasehat dan bersumber dari kejadian yang sesuai dengan realitasnya.[4] Hal ini sesuai dengan definisi yang diungkapkan oleh Ibrahim Ali Abu al Khasyab dalam bukunya Turatsuna al-Adaby :
والأمثال هي جمل رصينة موجزة تشير إلي قصة او حادثة يشبه بها حال الذي حكيت فيه بحال الذي قيلت لأجله.
Amtsal adalah kalimat singkat yang diucapkan berdasarkan cerita atau peristiwa yang menyerupai keadaan asal dimana matsal tersebut diucapkan.
            Secara etimologis perngertian amtsal ada tiga macam. Pertama, bisa berarti perumpamaan, gambaran atau penserupaan. Kedua, bisa berarti kisah atau cerita yang sifatnya menakjubkan. Ketiga, bisa berarti sifat keadaan atau tingkah laku. Sedangkan secara terminologis amtsal didefinisikan oleh para ahli sastra adalah ungkapan yang sikapnya menyamakan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Penggunaan ungkapan itu dimaksudkan untuk mempengaruhi dan menyentuhkan kesan, seakan si pembuat perumpamaan mengetuk telinga si pendengar sehingga pengaruhnya menembus kalbu.[5] 
Menurut Muhammad al-Iskandar dan Musthafa ‘Inani, sebagai bagian dari sastra, peribahasa (amtsal) merupakan cerminan masyarakat yang sudah lalu. Meskipun sudah berlalu, peribahasa tetap memiliki nilai-nilai moralitas yang tinggi. Ia bahkan bisa menjadi tolak ukur maju mundurnya suatu bangsa, termasuk kebahagiaan dan penderitaanya. Ia juga bisa menjadi cermin bahasa dan sastra bangsanya.[6] Matsal ada yang berbentuk natsar (prosa) atau nadhdham (puisi).
Matsal jahiliyah dalam bentuk natsr :
قطعت جهيزة قول كلّ خطيب
"Jahizah telah mematahkan setiap pendapat dan argumentasi”
Perumpamaan bagi orang yang datang dengan kata yang memutuskan perselisihan kata yang panjang.
كيف أعاودك وهذا أثر فأسك ؟
“Bagaimana saya bisa kembali mempercayaimu, sedangkan ini adalah bekas kapakmu”
Perumpamaan bagi orang yang sudah tidak percaya lagi terhadap orang yang telah menghianatinya.
إنّ البغاث بأرضنا يستنثر
“Burung emprit ditempat kita menjadi burung Elang”
 Perumpamaan bagi orang-orang lemah kalau masuk kelompok kami menjadi kuat.
إذا عزّ أخوك فهن
“Kalau saudaramu memaksa, hendaknya kamu mengalah”
 Ini perumpamaan sikap toleran dan tasamuh. Yang pertama kali mengatakan matsal ini adalah Hudzail ibn Hubairah al-Tagliby (al-Iskandary, 1978:16).
ما يوم حليمة بسرّ
“Perang Halimah sudah tidak rahasia lagi”
 Perumpamaan tentang peristiwa yang sudah masyhur dan terkenal.
ربّ رمية من غير رام
“Berapa banyak lemparan itu datang dari bukan ahli melempar”
Ini perumpamaan bahwa orang yang salah, suatu saat bisa melakukan hal yang benar. Yang pertama kali mengatakan matsal ini adalah Ibn Abd Yaguts al-Munqiry (al-Iskandary, 1978:16).
قبل الرماء تملأ الكنائن
"sebelum memanah, busur harus penuh”. Perumpamaan bahwa segala sesuatu itu harus dipersiapkan sebelum dikerjakan. Hal ini sama dengan ungkapan bahasa indonesia “sedia payung sebelum hujan”.
إذا دخلت قرية فاحل بإ لهها
Jika kamu memasuki sebuah kampung, maka bersumpahlah atas nama tuhannya”
Sebagian manusia lebih mengutamakan mencari muka pada orang lain dan menyetujui apa yang mereka berbuat meskipun mereka tidak yakin akan kebenarannya, karena mereka mengetahui bahwa menentang adat tersebut akan membinasakan dan menyusahkan diri mereka sendiri. Dengan kata lain, seorang hendaknya menyetujui dan mengikuti (adat yang berlaku) selama ia belum mampu mengubah hal-hal yang tidak ia setuju. Matsal tersebut sama dengan peribahsa Indonesia “lain lading lain belalang, lain lubuk lain ikannya.” Dan “hidup di kandung adat, mati di kandung tanah.
مواعيد عرقوب
Janji-janji si urkub”
Amtsal ini mengandung makna yang sama dalam bahasa Indonesia “lain di mulut lain di hati”, yaitu diumpamakan bagi orang yang tidak pernah menepati janji.
هل يرتجى مطر بغير سحاب؟
“apakah bisa terjadi turunnya hujan tanpa awan”
Peribahasa ini memberi gambaran bagi seseorang yang sulit diharapkan bantuannya. Makna ini terdapat dalam peribahasa “menegadah ke langit biru”.
Matsal jahiliyah dalam bentuk puisi :
تمتع من شميم عرار نجد                   #      فما بعد العشيبة من عرار
Nikmatilah wanginya bunga arar di kota Nejed # karena bunga arar akan kehilangan baunya pada malam hari
Amtsal ini perumpamaan agar menikmati sesuatu sebelum hilang. Amtsal ini diucapkan oleh al-Shammah ibn Abdillah al-Qusyairy. Matsal ini sepadan dengan peribahasa indonesia kumpulkan kuncup mawar selagi bisa.
أن ترد الماء بماء أوفق            #      لا ذنب لى قد قلت للقوم استقوا
Engkau mendatangkan air dengan air yang sepadan # dan aku tidak berdosa, karena telah ku katakan pada kaumku, minumlah!
Amtsal ini sebuah perumpamaan bagi orang yang tidak mau menerima peringatan. Dalam bahasa indonesia sepadan dengan bagai hujan jatuh ke pasir, artinya tidak ada gunanya mengigatkan seseorang yang tidak pernah mau menerima peringatan itu.

لا تقطعن ذنب الافعى وترسلها             #       إن كنت شهما فاتبع رأسها الذنب
Janganlah engkau potong ekor ular lalu kau lepaskan # kau lepaskan kalau kau pandai membunuh sekalian kepala dan ekornya
كناطح صخرة يوما ليو هنها             #         فلم يضرها وأوها قرنه الوعل[7]
 bagaikan orang yang menanduk batu karang-pada suatu hari- untuk menghancurkannya # maka itu tidak akan terjadi, karena sekuat-kuat tanduk adalah tanduk banteng
padanan amtsal ini dalam bahasa peribahasa indonesia Laksana burung pungguk merindukan bulan atau bagaikan menegakkan benang basah atau seperti menerkam ayam dan telor. Maksudnya orang yang mengerjakan sesuatu tidak mungkin tercapai.[8]
2.2. Macam-macam Amtsal Arab
Sayyid Syaqir membagi amtsal ke dalam lima bagian, yaitu : al-amtsal al-hikamiyah, al-amtsal al-tarikhiyyah,al-amtsal al-khurafiyyah,al-amtsal al-sairah (asy-sya’biyyah,)al-amtsal al- fukahiyyah :
2.2.1. Al-Amtsal al-Hikamiyyah
Al-Amtsal al-Hikamiyyah yaitu amtsal yang menyerupai kata hikmah (kata mutiara atau nasihat) baik dari keindahan lafaznya maupun maknanya, contoh :
لا تقطعن ذنب الأفعى وترسلها () إن كنت شمها فاتبع رأسها الذنبا
Janganlah engkau memegang ekor ular sedangkan kepalanya dilepas, jika engkau cerdik, peganglah kepalanya.
2.2.2. Al-Amtsal al-Tarikhiyyah
Al-Amtsal al-Tarikhiyyah yaitu amtsal yang muncul berdasarkan hikayat atau sejarah pembesar atau penguasa suatu kaum dalam melaksanakan sikap politiknya terhadap bawahannya, misalnya :
جوع كلبك يتبعك
Laparkanlah anjingmu, maka ia akan mengikutimu.
2.2.3. Al-Amtsal al-Khurafiyyah
Al-Amtsal al-Khurafiyyah adalah amtsal yang muncul berdasarkan cerita binatang, yang mengandung i’tibar, nasihat dan ajaran-ajaran yang baik, misalnya amtsal yang terdapat dalam kisah kalilah wa dimnah karangan Ibnu Muqaffa’ yang terdapat pada cerita seribu satu malam. Manusia pada awal kehidupan belajar dari falsafah hidup ghurab (burung gagak) begitu juga amtsal khurafiyyah ini banyak terdapat dalam kisah Nabi Sulaiman yang digambarkan dengan burung Hudhud, cerita tentang ratu Bilqis  seorang ratu negara Saba, sebagai contoh : كل الصيد في جوف الفراء , yang artinya setiap buruan itu ada di tengah keledai hutan. Maksud dari pepatah ini adalah kiasan bagi seseorang yang mendapatkan sesuatu yang terbaik diantara kawan-kawan lain yang sama-sama mengiginkannya.
2.2.4. Al-Amtsal al-Sairah (a-Sya’biyyah)
Al-Amtsal al-Sairah (al-Sya’baiyyah) yaitu amtsal yang menggambarkan suatu adat dan perilaku serta kemuliaan suatu bangsa (masyarakat), baik kehidupan pedesaan ataupun perkotaan misalnya الصيف ضيعت اللبن artinya, engkau (perempuan) telah sia-siakan air susu pada musim kemarau. Matsal ini ditujukan kepada orang yang melewatkan kesempatan baik.
2.2.5. Al-Amtsal al-Fukahiyyah
Al-Amtsal al-Fukahiyyah ialah amtsal yang menggambarkan kehidupan perilaku manusia berupa keinginan ataupun harapan pada masa lampau lalu kemudian akhirnya terwujud, misalya وافق شن طبقة  menggambarkan keserasian pasangan sebagai realisasi dari sebuah harapan dari seorang laki-laki (syams) yang mencari pasangan hidup (Thabaqah).
Sementara itu, Ahmad al-Hasyimi membagi amtsal kedalam dua bagian yaitu, amtsal haqiqiyyah dan amtsal fardiyyah. Disebut haqiqiyyah apabila memiliki sumber dan riwayat yang jelas, dan disebut fardiyyah kalau menggunakan tokoh hewan, tumbuhan atau benda.[9] 
2.3. Manfaat Amtsal
Munculnya amtsal dalam ranah sastra memiliki banyak manfaat, diantaranya :
1.      Menyingkap hakikat diri mengemukakan sesuatu yang tidak tampak menjadi sesuatu yang seakan-akan tampak.
2.      Menonjolkan sesuatu yang hanya dapat dijangkau dengan akal seolah menjadi kongkrit dan dapat dirasakan atau dipahami oleh indra manusia.
3.      Amtsal lebih berpengaruh pada jiwa, lebih efektif dalam memberikan nasihat, lebih kuat dalam memberikan peringatan dan lebih dapat memuaskan hati. Bahkan sering dikatakan dalam al-Qur’an Allah SWT sering menyebut amtsal untuk peringatan dan supaya diambil ‘ibrahinya.
4.      Memberikan kepada setiap budaya dan juga bagi nalar para cendikiawan untuk menafsirkan dan mengaktualisasikan diri dalam wadah nilai-nilai universalnya.
5.      Memotivasi orang untuk mengikuti dan mencontoh perbuatan baik seperti apa digambarkan dalam amtsal.
6.      Mengumpulkan makna yang menarik dan indah dalam ungkapan yang padat.[10]









KESIMPULAN
Amtsal jamak dari matsl ialah merupakan ungkapan atau kalimat-kalimat ringkas yang lahir dari suatu kejadian kemudian menjadi terkenal dan menjadi pembicaraan orang banyak, hingga menjadi perumpamaan atau kata-kata tiruan yang bertujuan untuk perbandingan nasihat, prinsip hidup atau aturan tingkah laku dan juga, didalam matsal juga terkandung cerminan suatu budaya atau pemikiran masyarakat pada waktu/zamannya dimana matsal tersebut terlontar atau terucap dengan tiba-tiba tanpa ada rencana sebelumnya.
Didalam amtsal arab atau dalam bahasa indonesia disebut dengan peribahasa, amtsal tersebut muncul dengan adanya sejarah atau seperti yang kita ketahui mempunyai asbabu al-nuzul seperti, سبق السيف العذل yang mempunyai arti pedang telah mendahului celaan. Dari ungkapan tersebut terdapat kisah bahwa seorang ayah berbangsa arab telah membunuh seorang pemuda yang dicurigai membunuh anaknya di bulan haram, yaitu bulan yang diharamkan untuk saling membunuh dan saling berperang, kemudian ia mendapatkan protes dari masyarakat sehingga keluarlah ungkapkan سبق السيف العذل dari mulut ayah itu, hingga sekarang ungkapan/peribahasa itu menjadi sering digunakan untuk mengatakan suatu kejadian yang telah terjadi dan tidak bisa diubah kembali. Berbeda dengan peribahasa indonesia seperti nasi sudah menjadi bubur, yang mana tidak diketahui dengan jelas kapan dan bagaimana peribahasa itu muncul.








DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Hasan al-Zayat, Tarikh al-Adab al-‘Arabi,
Al-Iskandari , Ahmad dan Mushthafa ‘Inani, al-Wasith fi al-Adab al-‘Arabi wa Tarikhihi, mesir: Dar al-   Ma’rifat, tth.
Ibrahim, Ali Abu al-Khasyab & Muhammad Abdul Mun’im Khafaji, Turatsuna al-Adab. Kairo : Daral-   Thaba’ah al-Muhamdiyah,tth.
Kamil, Sukron, Teori Kritik Sastra Arab Klasik & Modern, Jakarta: Rajawali Pers, 2012.
Wardani, Yani’ah dan Cahya Buana, Diksi Peribahasa Arab dan Indonesia, Tanggerang: Transpustaka, 2013.
Wargadinata , Wildana, Laily Fitriani, Sastra Arab dan Lintas Budaya, tt.



[1] Sukron Kamil, Teori Kritik Sastra Arab Klasik & Modern, Jakarta: Rajawali Pers, 2012. Hlm. 3
[2] Wildana Wargadinata dan Laily Fitriani, Sastra Arab dan Lintas Budaya, H. 181
[3] Ahmad Hasan al-Zayat, Tarikh al-Adab al-‘Arabi, h. 18
[4] Yani’ah Wardani dan Cahya Buana, Diksi Peribahasa Arab dan Indonesia, (Tanggerang: Transpustaka, 2013), h. 25
[5] Yani’ah Wardani dan Cahya Buana, Diksi Peribahasa Arab dan Indonesia, (Tanggerang: Transpustaka, 2013), h. 27
[6] Ahmad al-Iskandari dan Mushthafa ‘Inani, al-Wasith fi al-Adab al-‘Arabi wa Tarikhihi, (mesir: Dar al-Ma’rifat, tth), h. 18-19
[7] Ali Abu al-Khasyab & Muhammad Abdul Mun’im Khafaji, Turatsuna al-Adabi, h.85
[8] Yani’ah Wardani dan Cahya Buana, Diksi Peribahasa Arab dan Indonesia, (Tanggerang: Transpustaka, 2013), h. 45-47
[9] Wildana Wargadinata dan Laily Fitriani, Sastra Arab dan Lintas Budaya, H. 187
[10] Yani’ah Wardani dan Cahya Buana, Diksi Peribahasa Arab dan Indonesia, (Tanggerang: Transpustaka, 2013), h. 40