BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang
berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu
bentuk gambaran kongkrit yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa.
Dalam bahasa arab, sastra disebut adab. Bentuk jamak (plural)-nya
adalah Adab. Secara leksikal, kata adab selain berarti sastra, juga etika
(sopan santun), tata cara, filologi, kemanusiaan, kultur, dan ilmu humaniora.
Dalam bahasa Indonesia, kata adab ini diserap bukan dengan makna sastra,
tetapi sopan santun, budi bahasa, dan kebudayaan, kemajuan, atau keceredasan.[1]
Sastra arab terbagi dua, yaitu syi’ir (puisi) dan natsr
(prosa). Puisi adalah kata-kata berwazan dan berqafiyah sedangkan prosa adalah
kata-kata yang tidak berwazan dan berqafiyah. Amtsal (bentuk jamak dari matsl)
ialah salah satu bentuk peribahasa yang masuk dalam kategori prosa (natsr)
yang mana isinya lebih ringkas dan lebih mudah dihafal. Dan juga amtsal
atau dalam bahasa indonesia lebih dikenal dengan peribahasa merupakan salah
satu karya klasik dalam sastra arab dan indonesia.
Peribahasa yang kita kenal seperti “nasi sudah menjadi bubur” adalah
salah satu ungkapan yang memiliki makna suatu hal yang telah terjadi dan tak
bisa diubah lagi. Hal ini sama dalam ungkapan bahasa arab yaitu سبق السيف العذل yang mempunyai arti pedang telah
mendahului celaan. Dari ungkapan tersebut terdapat kisah bahwa seorang ayah
berbangsa arab telah membunuh seorang pemuda yang dicurigai membunuh anaknya di
bulan haram, yaitu bulan yang diharamkan untuk saling membunuh dan saling
berperang, kemudian ia mendapatkan protes dari masyarakat sehingga keluarlah
ungkapkan سبق
السيف العذل dari mulut ayah itu, hingga sekarang
ungkapan/peribahasa itu menjadi sering digunakan untuk mengatakan suatu
kejadian yang telah terjadi dan tidak bisa diubah kembali.
Oleh karena uraian diatas kami penulis akan sedikit akan menjelaskan apa
itu amtsal dengan tujuan agar kita semua mengetahuinya dan bisa
mengaplikasikannya dalam kehidupan kita sehari-hari.
1.2. Rumusan
Masalah
Untuk mendapat penelitian yang
terarah, maka diperlukan suatu batasan masalah. Adapun batasan masalah dalam
penelitian ini adalah.
1.
Untuk mengetahui pengertian amtsal ?
2.
Untuk mengetahui bentuk amtsal jahiliyah ?
3.
Untuk mengetahui macam-macam amtsal arab ?
4.
Untuk mengetahui manfaat amtsal ?
1.3. Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan
penulisan makalah ini aialah.
1.
Untuk mengetahui pengertian amtsal.
2.
Untuk mengetahui bentuk amtsal jahiliyah.
3.
Untuk mengetahui macam-macam amtsal arab.
4.
Untuk mengetahui manfaat amtsal.
BAB 2
ISI
2.1. Pengertian
Amtsal
Ialah ungkapan atau kalimat-kalimat ringkas yang lahir dari suatu
kejadian kemudian menjadi terkenal dan menjadi pembicaraan orang banyak, hingga
menjadi perumpamaan atau kata-kata tiruan yang bertujuan untuk perbandingan
nasihat, prinsip hidup atau aturan tingkah laku (Mursyidy, tt.:123).[2]
فالمثل جملة مقتطعة من القول أو مرسلة بذاتها تنقل عمن وردت فيه إلى
مشابهه بدون تغيير.[3]
Matsal adalah kalimat yang dipetik dari perkataan atau dilepaskan sendiri, lalu
dipindahkan dari orang yang menjadi sumber perkataan itu kepada situasi yang
menyerupainya tanpa perubahan.
Salah satu bentuk prosa (natsr) yang muncul sejak zaman pra-Islam adalah
amtsal yang dalam bahasa indonesia biasa disebut dengan peribahasa. Amtsal
adalah ungkapan yang beredar dimasyarakat yang berisi tentang pikiran yang
bijak dan tentang aspek kehidupan manusia, biasanya berbentuk kata-kata majaz
yang cenderung imajinatif dan mudah dihafal, bertujuan sebagai perbandingan dan
nasehat kehidupan. Secara definitif amtsal merupakan sebuah ungkapan
yang tidak mementingkan keindahan dalam segi uslub dan ia mengandung nasehat
dan bersumber dari kejadian yang sesuai dengan realitasnya.[4]
Hal ini sesuai dengan definisi yang diungkapkan oleh Ibrahim Ali Abu al Khasyab
dalam bukunya Turatsuna al-Adaby :
والأمثال هي جمل رصينة موجزة تشير إلي قصة او حادثة يشبه بها حال الذي
حكيت فيه بحال الذي قيلت لأجله.
“Amtsal adalah
kalimat singkat yang diucapkan berdasarkan cerita atau peristiwa yang
menyerupai keadaan asal dimana matsal tersebut diucapkan”.
Secara etimologis perngertian amtsal
ada tiga macam. Pertama, bisa berarti perumpamaan, gambaran atau
penserupaan. Kedua, bisa berarti kisah atau cerita yang sifatnya
menakjubkan. Ketiga, bisa berarti sifat keadaan atau tingkah laku.
Sedangkan secara terminologis amtsal didefinisikan oleh para ahli sastra
adalah ungkapan yang sikapnya menyamakan sesuatu dengan sesuatu yang lain.
Penggunaan ungkapan itu dimaksudkan untuk mempengaruhi dan menyentuhkan kesan,
seakan si pembuat perumpamaan mengetuk telinga si pendengar sehingga
pengaruhnya menembus kalbu.[5]
Menurut Muhammad al-Iskandar dan Musthafa ‘Inani, sebagai bagian dari sastra,
peribahasa (amtsal) merupakan cerminan masyarakat yang sudah lalu.
Meskipun sudah berlalu, peribahasa tetap memiliki nilai-nilai moralitas yang
tinggi. Ia bahkan bisa menjadi tolak ukur maju mundurnya suatu bangsa, termasuk
kebahagiaan dan penderitaanya. Ia juga bisa menjadi cermin bahasa dan sastra
bangsanya.[6]
Matsal ada yang berbentuk natsar (prosa) atau nadhdham
(puisi).
Matsal jahiliyah dalam bentuk natsr
:
قطعت
جهيزة قول كلّ خطيب
"Jahizah
telah mematahkan setiap pendapat dan argumentasi”
Perumpamaan
bagi orang yang datang dengan kata yang memutuskan perselisihan kata yang
panjang.
كيف
أعاودك وهذا أثر فأسك ؟
“Bagaimana saya bisa kembali
mempercayaimu, sedangkan ini adalah bekas kapakmu”
Perumpamaan
bagi orang yang sudah tidak percaya lagi terhadap orang yang telah
menghianatinya.
إنّ
البغاث بأرضنا يستنثر
“Burung emprit ditempat kita menjadi
burung Elang”
Perumpamaan bagi orang-orang lemah kalau masuk
kelompok kami menjadi kuat.
إذا عزّ
أخوك فهن
“Kalau saudaramu memaksa, hendaknya
kamu mengalah”
Ini perumpamaan sikap toleran dan tasamuh.
Yang pertama kali mengatakan matsal ini adalah Hudzail ibn Hubairah al-Tagliby
(al-Iskandary, 1978:16).
ما يوم
حليمة بسرّ
“Perang Halimah sudah tidak rahasia
lagi”
Perumpamaan tentang peristiwa yang sudah
masyhur dan terkenal.
ربّ رمية
من غير رام
“Berapa banyak lemparan itu datang
dari bukan ahli melempar”
Ini
perumpamaan bahwa orang yang salah, suatu saat bisa melakukan hal yang benar.
Yang pertama kali mengatakan matsal ini adalah Ibn Abd Yaguts al-Munqiry
(al-Iskandary, 1978:16).
قبل الرماء تملأ الكنائن
"sebelum memanah, busur harus penuh”.
Perumpamaan bahwa segala sesuatu itu harus dipersiapkan sebelum dikerjakan. Hal
ini sama dengan ungkapan bahasa indonesia “sedia payung sebelum hujan”.
إذا دخلت قرية فاحل بإ لهها
“Jika kamu memasuki sebuah kampung,
maka bersumpahlah atas nama tuhannya”
Sebagian manusia lebih mengutamakan mencari muka pada
orang lain dan menyetujui apa yang mereka berbuat meskipun mereka tidak yakin
akan kebenarannya, karena mereka mengetahui bahwa menentang adat tersebut akan
membinasakan dan menyusahkan diri mereka sendiri. Dengan kata lain, seorang
hendaknya menyetujui dan mengikuti (adat yang berlaku) selama ia belum mampu
mengubah hal-hal yang tidak ia setuju. Matsal tersebut sama dengan
peribahsa Indonesia “lain lading lain belalang, lain lubuk lain ikannya.” Dan
“hidup di kandung adat, mati di kandung tanah.
مواعيد عرقوب
“Janji-janji si urkub”
Amtsal
ini mengandung makna yang sama dalam bahasa Indonesia “lain di mulut lain di
hati”, yaitu diumpamakan bagi orang yang tidak pernah menepati janji.
هل يرتجى مطر بغير سحاب؟
“apakah
bisa terjadi turunnya hujan tanpa awan”
Peribahasa ini memberi gambaran bagi
seseorang yang sulit diharapkan bantuannya. Makna ini terdapat dalam peribahasa
“menegadah ke langit biru”.
Matsal
jahiliyah dalam bentuk puisi :
تمتع من شميم عرار نجد # فما
بعد العشيبة من عرار
Nikmatilah
wanginya bunga arar di kota Nejed # karena bunga arar akan kehilangan baunya
pada malam hari
Amtsal ini perumpamaan agar menikmati
sesuatu sebelum hilang. Amtsal ini diucapkan oleh al-Shammah ibn
Abdillah al-Qusyairy. Matsal ini sepadan dengan peribahasa indonesia
kumpulkan kuncup mawar selagi bisa.
أن ترد الماء بماء أوفق # لا
ذنب لى قد قلت للقوم استقوا
Engkau
mendatangkan air dengan air yang sepadan # dan aku tidak berdosa, karena telah
ku katakan pada kaumku, minumlah!
Amtsal ini sebuah perumpamaan bagi orang
yang tidak mau menerima peringatan. Dalam bahasa indonesia sepadan dengan bagai
hujan jatuh ke pasir, artinya tidak ada gunanya mengigatkan seseorang yang
tidak pernah mau menerima peringatan itu.
لا تقطعن ذنب الافعى وترسلها # إن
كنت شهما فاتبع رأسها الذنب
Janganlah
engkau potong ekor ular lalu kau lepaskan # kau lepaskan kalau kau pandai
membunuh sekalian kepala dan ekornya
bagaikan orang yang menanduk batu
karang-pada suatu hari- untuk menghancurkannya # maka itu tidak akan terjadi,
karena sekuat-kuat tanduk adalah tanduk banteng
padanan amtsal
ini dalam bahasa peribahasa indonesia Laksana burung pungguk merindukan
bulan atau bagaikan menegakkan benang basah atau seperti menerkam
ayam dan telor. Maksudnya orang yang mengerjakan sesuatu tidak mungkin
tercapai.[8]
2.2. Macam-macam Amtsal Arab
Sayyid Syaqir
membagi amtsal ke dalam lima bagian, yaitu : al-amtsal al-hikamiyah,
al-amtsal al-tarikhiyyah,al-amtsal al-khurafiyyah,al-amtsal al-sairah
(asy-sya’biyyah,)al-amtsal al- fukahiyyah :
2.2.1. Al-Amtsal
al-Hikamiyyah
Al-Amtsal
al-Hikamiyyah yaitu amtsal
yang menyerupai kata hikmah (kata mutiara atau nasihat) baik dari keindahan
lafaznya maupun maknanya, contoh :
لا تقطعن ذنب الأفعى وترسلها () إن كنت شمها فاتبع رأسها الذنبا
Janganlah engkau memegang ekor ular sedangkan kepalanya
dilepas, jika engkau cerdik, peganglah kepalanya.
2.2.2. Al-Amtsal al-Tarikhiyyah
Al-Amtsal al-Tarikhiyyah yaitu amtsal yang muncul berdasarkan hikayat
atau sejarah pembesar atau penguasa suatu kaum dalam melaksanakan sikap
politiknya terhadap bawahannya, misalnya :
جوع كلبك يتبعك
Laparkanlah anjingmu, maka ia akan
mengikutimu.
2.2.3.
Al-Amtsal al-Khurafiyyah
Al-Amtsal al-Khurafiyyah
adalah amtsal
yang muncul berdasarkan cerita binatang, yang mengandung i’tibar, nasihat dan
ajaran-ajaran yang baik, misalnya amtsal yang terdapat dalam kisah kalilah
wa dimnah karangan Ibnu Muqaffa’ yang terdapat pada cerita seribu satu
malam. Manusia pada awal kehidupan belajar dari falsafah hidup ghurab
(burung gagak) begitu juga amtsal khurafiyyah ini banyak terdapat dalam
kisah Nabi Sulaiman yang digambarkan dengan burung Hudhud, cerita tentang ratu
Bilqis seorang ratu negara Saba, sebagai
contoh : كل الصيد في جوف
الفراء , yang artinya setiap buruan itu ada di tengah keledai hutan.
Maksud dari pepatah ini adalah kiasan bagi seseorang yang mendapatkan sesuatu
yang terbaik diantara kawan-kawan lain yang sama-sama mengiginkannya.
2.2.4. Al-Amtsal al-Sairah (a-Sya’biyyah)
Al-Amtsal
al-Sairah (al-Sya’baiyyah) yaitu amtsal yang menggambarkan suatu adat dan perilaku serta
kemuliaan suatu bangsa (masyarakat), baik kehidupan pedesaan ataupun perkotaan
misalnya الصيف ضيعت اللبن
artinya, engkau (perempuan) telah sia-siakan air susu pada musim kemarau. Matsal
ini ditujukan kepada orang yang melewatkan kesempatan baik.
2.2.5. Al-Amtsal
al-Fukahiyyah
Al-Amtsal
al-Fukahiyyah ialah amtsal
yang menggambarkan kehidupan perilaku manusia berupa keinginan ataupun harapan
pada masa lampau lalu kemudian akhirnya terwujud, misalya وافق شن طبقة menggambarkan keserasian pasangan sebagai
realisasi dari sebuah harapan dari seorang laki-laki (syams) yang mencari
pasangan hidup (Thabaqah).
Sementara
itu, Ahmad al-Hasyimi membagi amtsal kedalam dua bagian yaitu, amtsal
haqiqiyyah dan amtsal fardiyyah. Disebut haqiqiyyah
apabila memiliki sumber dan riwayat yang jelas, dan disebut fardiyyah
kalau menggunakan tokoh hewan, tumbuhan atau benda.[9]
2.3. Manfaat
Amtsal
Munculnya
amtsal dalam ranah sastra memiliki banyak manfaat, diantaranya :
1.
Menyingkap hakikat diri mengemukakan sesuatu yang
tidak tampak menjadi sesuatu yang seakan-akan tampak.
2.
Menonjolkan sesuatu yang hanya dapat dijangkau dengan
akal seolah menjadi kongkrit dan dapat dirasakan atau dipahami oleh indra
manusia.
3.
Amtsal lebih berpengaruh pada jiwa, lebih efektif dalam memberikan
nasihat, lebih kuat dalam memberikan peringatan dan lebih dapat memuaskan hati.
Bahkan sering dikatakan dalam al-Qur’an Allah SWT sering menyebut amtsal
untuk peringatan dan supaya diambil ‘ibrahinya.
4.
Memberikan kepada setiap budaya dan juga bagi nalar
para cendikiawan untuk menafsirkan dan mengaktualisasikan diri dalam wadah
nilai-nilai universalnya.
5.
Memotivasi orang untuk mengikuti dan mencontoh
perbuatan baik seperti apa digambarkan dalam amtsal.
6.
Mengumpulkan makna yang menarik dan indah dalam
ungkapan yang padat.[10]
KESIMPULAN
Amtsal jamak dari matsl ialah merupakan ungkapan atau kalimat-kalimat
ringkas yang lahir dari suatu kejadian kemudian menjadi terkenal dan menjadi pembicaraan
orang banyak, hingga menjadi perumpamaan atau kata-kata tiruan yang bertujuan
untuk perbandingan nasihat, prinsip hidup atau aturan tingkah laku dan juga,
didalam matsal juga terkandung cerminan suatu budaya atau pemikiran masyarakat
pada waktu/zamannya dimana matsal tersebut terlontar atau terucap dengan
tiba-tiba tanpa ada rencana sebelumnya.
Didalam amtsal arab atau dalam bahasa indonesia disebut dengan
peribahasa, amtsal tersebut muncul dengan adanya sejarah atau seperti yang kita
ketahui mempunyai asbabu al-nuzul seperti, سبق السيف العذل yang mempunyai arti pedang telah
mendahului celaan. Dari ungkapan tersebut terdapat kisah bahwa seorang ayah
berbangsa arab telah membunuh seorang pemuda yang dicurigai membunuh anaknya di
bulan haram, yaitu bulan yang diharamkan untuk saling membunuh dan saling
berperang, kemudian ia mendapatkan protes dari masyarakat sehingga keluarlah
ungkapkan سبق
السيف العذل dari mulut ayah itu, hingga sekarang
ungkapan/peribahasa itu menjadi sering digunakan untuk mengatakan suatu
kejadian yang telah terjadi dan tidak bisa diubah kembali. Berbeda dengan
peribahasa indonesia seperti nasi sudah menjadi bubur, yang mana tidak
diketahui dengan jelas kapan dan bagaimana peribahasa itu muncul.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Hasan
al-Zayat, Tarikh al-Adab al-‘Arabi,
Al-Iskandari , Ahmad dan Mushthafa ‘Inani, al-Wasith
fi al-Adab al-‘Arabi wa Tarikhihi, mesir: Dar al- Ma’rifat, tth.
Ibrahim, Ali Abu al-Khasyab & Muhammad Abdul
Mun’im Khafaji, Turatsuna al-Adab. Kairo : Daral- Thaba’ah al-Muhamdiyah,tth.
Kamil,
Sukron, Teori Kritik Sastra Arab Klasik & Modern, Jakarta: Rajawali
Pers, 2012.
Wardani, Yani’ah dan Cahya Buana, Diksi
Peribahasa Arab dan Indonesia, Tanggerang: Transpustaka, 2013.
Wargadinata ,
Wildana, Laily Fitriani, Sastra Arab dan Lintas Budaya, tt.
[1]
Sukron Kamil, Teori Kritik Sastra Arab Klasik & Modern, Jakarta: Rajawali
Pers, 2012. Hlm. 3
[2]
Wildana Wargadinata dan Laily Fitriani, Sastra Arab dan Lintas Budaya,
H. 181
[3]
Ahmad Hasan al-Zayat, Tarikh al-Adab al-‘Arabi, h. 18
[4]
Yani’ah Wardani dan Cahya Buana, Diksi Peribahasa Arab dan Indonesia,
(Tanggerang: Transpustaka, 2013), h. 25
[5]
Yani’ah Wardani dan Cahya Buana, Diksi Peribahasa Arab dan Indonesia,
(Tanggerang: Transpustaka, 2013), h. 27
[6]
Ahmad al-Iskandari dan Mushthafa ‘Inani, al-Wasith fi al-Adab al-‘Arabi wa
Tarikhihi, (mesir: Dar al-Ma’rifat, tth), h. 18-19
[7]
Ali Abu al-Khasyab & Muhammad Abdul Mun’im Khafaji, Turatsuna al-Adabi,
h.85
[8]
Yani’ah Wardani dan Cahya Buana, Diksi Peribahasa Arab dan Indonesia,
(Tanggerang: Transpustaka, 2013), h. 45-47
[9]
Wildana Wargadinata dan Laily Fitriani, Sastra Arab dan Lintas Budaya,
H. 187
[10]
Yani’ah Wardani dan Cahya Buana, Diksi Peribahasa Arab dan Indonesia,
(Tanggerang: Transpustaka, 2013), h. 40
terimakasih.. sangat bermanfaat
BalasHapus